![]() |
| SEGEL : Massa yang tergabung dalam aliansi masyarakat dusun Landean, menyegel kantor desa Bilok Petung Kecamatan Sembalun |
LOMBOK TIMUR I gadalombok.co – Puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Dusun Landean Desa Bilok Petung Kecamatan Sembalun Lombok Timur, geruduk kepala Desa Bilok Petung. Massa melampiaskan amarahnya dengan menyegel kantor Desa Bilok Petung, (27/11/2025).
Aksi penyegelan itu, sebagai bentuk aksi protes keras terhadap Kepala Desa, karena sengketa tanah adat yang tak kunjung di tuntaskan Pemerintah Desa Bilok Petung. Selain itu, aksi penyegelan itu dilakukan, sebagai reaksi atas 17 sporadik yang di terbitkan Kepala Desa diatas lahan yang diklaim sebagai lahan adat atau tanah Ulayat tersebut.
Warga menilai, tindakan itu bukan hanya melanggar prosedur, tetapi juga terkesan mengabaikan keberatan masyarakat Landean, yang sejak awal mempertahankan lahan itu sebagai tanah adat/ulayat.
“Kami menuntut tanah adat ini dikembalikan seperti semula, beserta seluruh aset di atasnya. Kepala Desa juga harus mencabut 17 Sporadik itu, titik!” tegas Jadi Wardian, mewakili massa aksi saat di terima pemerintah desa, Camat dan lainnya.
Menanggapi tuntutan warga, Camat Sembalun, Suherman, menyatakan komitmennya untuk mengambil langkah konkret. Ia memastikan 1 Desember 2025, pihaknya akan mengumpulkan seluruh Sporadik yang diterbitkan Kades Bilok Petung, untuk diserahkan kepada tim kabupaten. Pihaknya juga akan memfasilitasi pertemuan antara pemerintah kabupaten dan para tokoh masyarakat pada Senin mendatang.
“Kami akan menarik kembali 17 Sporadik tersebut dan segera berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten. Tidak ada aktivitas apa pun yang boleh dilakukan di lokasi sengketa sampai ada keputusan resmi,” tegasnya.
Di tengah memanasnya situasi, Kepala Desa Bilok Petung, Rusdi, menyayangkan penyegelan kantor desa, yang berakibat lumpuhnya pelayanan masyarakat.
“Saya sangat menyayangkan kantor desa disegel. Ini bukan milik pribadi, masyarakat lain yang butuh layanan jadi korban. Semua alat pelayanan ada di dalam dan kami jadi tidak bisa bekerja,” ujarnya.
Ia menyebutkan, penerbitan 17 Sporadik dilakukannya, saat status lahan belum masuk sengketa, sehingga menurutnya tidak ada aturan yang membolehkan pembatalan sepihak.
“Bukan saya tidak mau membatalkan, tapi tidak ada regulasi yang memberi kewenangan bagi saya untuk langsung mencabut. Kalau salah langkah, saya yang kena. Harus ada dasar hukum yang jelas, misalnya keputusan resmi pemerintah kabupaten tentang status tanah adat itu,” jelasnya.
Kades juga menyoroti, adanya warga yang masuk dan mulai menggarap lahan yang sedang disengketakan, tanpa sepengetahuan pemerintah desa.
“Ini yang memicu masalah makin besar. Harusnya semua pihak menahan diri selama proses berjalan. Pemerintah desa tidak pernah memberi izin aktivitas di lokasi itu,”tegasnya lagi.
Karena kantor Desa di segel mengakibatkan pelayanan publik terganggu, Pemerintah desa berharap ada solusi cepat agar kebutuhan dasar warga tidak terabaikan.
“Harapan kami, semua pihak bijak dan tidak mengambil langkah yang merugikan masyarakat banyak. Penyelesaian harus melalui proses, tapi pelayanan publik juga tidak boleh dikorbankan,” pungkas Kades Rusdi.
Dalam pertemuan itu, massa aksi bersikeras dan teguh bahwa penyegelan Kantor Desa Bilok Petung akan dibuka, apabila tim dari Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, turun langsung ke lokasi sengketa dan memproses pencabutan 17 Sporadik sesuai prosedur. Dan usai pertemuan, massa membubarkan diri dengan tertib, dan bersama Muspika meninjau langsung lahan sengketa di Dusun Landean. (gl)




Komentar