JELASKAN : Kordiv Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Lombok Timur, memberikan materi pada siswa SLBN 1 Lombok Timur.


LOMBOK TIMUR I gadalombok.co - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Lombok Timur, melakukan sosialisasi pengawasan partisipatif, melibatkan siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Lombok Timur. Sosialisasi dilakukan Koordinator Divisi (Kordiv) Pencegahan, Parmas dan Humas itu, di ikuti siswa SPBN 1 Lombok Timur tingkat SMA dan guru, di aula SLB Negeri 1 Lombok Timur, (11/11/2025).

Kordiv Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Lombok Timur, Johari Marjan, mengatakan, kalau bicara kepemiluan, kedudukan siswa SLB sama dengan sekolah pada umumnya. Termasuk berkaitan dengan hak-hak lainnya, dalam hal hak di mata negara. Sehingga dalam hal kepemiluan, Bawaslu Lombok Timur menginisiasi hak siswa, sama dengan sekolah lain dalam memahami proses demokrasi di Indonesia.

"Kami berharap kedepan, peran aktif siswa SLB Negeri 1 Lombok Timur sebagai pemilih pemula, kedepan sangat dibutuhkan dalam konteks Pemilu,"terangnya. 

Ketua Bawaslu Lombok Timur, Suaidi Mahsun, mengatakan, sosialisasi pengawasan partisipatif melibatkan SLB Negeri 1 Lombok Timur ini, untuk memperkuat pengawasan partisipatif ditingkat bawah. Bawaslu menyadari, keterbatasan sumber daya dalam hal pengawasan. Sehingga untuk bisa mengawasi Lombok Timur yang cukup luas dengan jumlah pemilih mencapai 1,50 juta orang menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Timur, harus membutuhkan banyak orang. 

"Bawaslu yang mengawasi tahapan Pemilu atau pun pemilihan, hanya 350 orang. Tentu ini tidak seimbang. Belum terkendala geografis daerah yang cukup luas. Sehingga tentu, membutuhkan pengawasan seluruh masyarakat yang ada di Lombok Timur,"tegasnya. 

Dalam hal ini lanjutnya, Bawaslu Lombok Timur memiliki kepentingan terhadap hak-hak Difabel. Misalnya, harus terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Artinya, yang sudah berusia 17 tahun harus masuk dalam DPT. Bawaslu tentu harus memastikan ketika usia 17 tahun, harus sudah terdaftar sebagai pemilih. 

Hak difabel lainnya, harus mendapat akses yang gampang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), mendapat perlakuan khusus pada saat di TPS. Apakah pemilih yang mengalami tunanetra disiapkan alat bantu oleh penyelenggara teknis atau tidak. Apakah menyalurkan hak pilihnya sudah melalui pendampingan atau, apakah itu pendampingan melalui temannya yang dipercaya atau pihak keluarga. Sehingga apa yang dijajakan dalam pesta demokrasi tersalurkan. 

Selain itu, pemilih Difabel harus mendapat informasi terkait penyelenggaraan Pemilu dan setiap tahapannya. Terhadap apa yang menjadi hak konstitusinya, apakah te rahasiakan atau tidak, serta tidak boleh ada intervensi pendamping saat menyalurkan hak pilihnya. 

"Seluruh hak Difabel wajib dipastikan Bawaslu. Jadi, kegiatan ini sangat penting bagaimana kedepan, sama-sama melakukan edukasi politik yang baik, sesuai kebutuhan pemilih difabel,"lugasnya. 

Sementara itu, Kepala SLB Negeri 1 Lombok Timur, Takariyanto, mengatakan, diceritakan, SLB ini menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebanyak 200 siswa 30 guru. Dari 200 siswa itu terbagi tiga jenjang, SD, SMP dan SMA. 

"Pada Pemilu sebelumnya, sudah ada enam siswa kita menjadi pemilih. Pihak sekolah tidak kelebihan akal, siswa yang punya hak memilih kita data dan diajarkan seperti yang ada di luar, menggunakan metode visual dan praktek langsung,"jelasnya.

Disebutnya, khususnya tunarungu, mereka memiliki komunitas yang kuat, baik ditingkat Kabupaten dan bahkan sampai tingkat internasional. Sehingga mereka untuk mengakses informasi itu cukup cepat. 

"Mudahan dengan kegiatan ini, dengan banyaknya edukasi tentang kepemiluan, kedepan lebih bagus lagi. Siswa kita selalu kita ajak yang ril, yang nyata dan dilihat, sulit kalau terlalu banyak teori,"pungkasnya. (gl)