BIMTEK : Dari Bea Cukai, saat memberikan materi yang di ikuti para pelaku IKM Rokok, pada Bimtek Perijinan Berusaha Industri Hasil Tembakau yang digelar dinas perindustrian, yang anggarannya bersumber dari DBHCHT.



LOMBOK TIMUR I gadalombok.co - Sebanyak 257 jumlah Industri Kecil Menengah (IKM) rokok, beroperasi di Lombok Timur. Para pelaku IKM Rokok yang beroperasi di Lombok Timur ini, mendapat Bimbingan Teknis Perijinan Berusaha Industri Hasil Tembakau, yang dilakukan Dinas Perindustrian Lombok Timur, di Hotel Syariah Lombok, (9/10/2025)
 
Kepala Bidang Kerjasama, Pengawasan dan Investasi Industri Dinas Perdagangan Lombok Timur, Irwan Agus, menjelaskan, dari 257 jumlah IKM rokok di Lombok Timur, terbanyak beroperasi di dua Desa yakni Desa Paok Motong dan Desa Danger Kecamatan Masbagik. Namun pada Bimtek ini, Dinas Perindustrian menghadirkan 100 pelaku IKM Rokok, yang di hajatkan agar para pelaku IKM rokok, mengetahui bagaimana proses perijinan dan syarat IKM Rokok beroperasi. Mengingat jumlah IKM rokok yang belum memiliki ijin sekitar 74 IKM di Lombok Timur. 

"Ini kita lakukan, agar para pelaku industri kecil menengah rokok, beroperasi dan menjual hasil produksi secara tenang di pasaran,"jelasnya.
"Makanya dalam bimbingan teknis ini, kami hadirkan dari dinas perijinan, Perpajakan dan Bea Cukai,"tambah Agus. 

Lanjutnya, ketiga Nara sumber itu dihadirkan, karena salah satu keluhan pelaku IKM rokok, mereka memiliki ijin namun dibekukan Bea Cukai. Alasan pembekuan itu, rupanya salah satunya ialah standar lokasi produksi rokok yang tidak sesuai dengan ketentuan. Karena dalam aturan, gedung produksi IKM Rokok, di bangunan khusus dengan lahan minimal seluas 2 are. Sementara yang terjadi, beberapa pelaku IKM ada yang melakukan produksi di tempat tinggalnya sendiri. 

"Kita pemerintah hadir bagaimana upaya mengatasi dan membantu pelaku IKM Rokok, agar bisa berusaha secara legal sesuai ketentuan yang ada,"tandasnya.
Agar IKM rokok tidak terganggu, kedepan Dinas Perindustrian akan melakukan pendampingan. Tidak itu saja, jika sudah melalui proses pendampingan, nantinya mereka akan diarahkan agar bisa memanfaatkan Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT). Apalagi di APHT Paok Motong, di isi lima pelaku IKM Rokok. Keberadaan APHT ini, cukup memberikan dampak terhadap pelaku IKM. Betapa tidak, dari sebelumnya Lombok Timur hanya menerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) hanya sebesar Rp 74 miliar, namun pada tahun 2024 DBHCHT naik Rp 100 miliar lebih. 

"Informasi kami peroleh, Insya Allah tahun 2026 nanti akan ada lagi pembangunan dua APHT. Mudahan dua APHT baru itu terwujud,"harapnya.

Lebih jauh diungkapkan, Dinas Perindustrian terus membangun komunikasi dan melakukan pendekatan terhadap para pelaku Industri Rokok yang beroperasi di Lombok Timur. Bagaimana pun, ketika DBHCHT Lombok Timur naik, tetap akan kembali tidak saja untuk petani tembakau, melainkan juga kembali pada pelaku IKM Rokok berupa pembinaan, pelatihan, dan lainnya.

"Kami berharap semua pelaku indutri kecil menengah rokok, mengurus perijinan agar bisa menjalankan usahanya dengan tenang,"lugasnya.

Sementara itu, fungsional Bea Cukai Mataram, Imam Zarkasi, mengatakan, setiap tahun Bea Cukai berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah, terkait ketentuan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). Sehingga pada Bimtek ini, pihaknya dari Bea Cukai mendetailkan para pelaku IKM Rokok, persyaratan apa saja yang harus di penuhi, untuk memenuhi ijin dan mendapatkan NPPBKC itu. 

"Untuk bimbingan teknis kali ini, memang banyak sebagian besar peserta sudah memiliki NPPBKC. Ada yang sudah memiliki NPPBKC sejak 2018, ada pula tahun 2021. Kami juga menangkap berbagai permasalahan dan keluhan mereka selama memiliki NPPBKC,"terangnya. 

"Intinya, pelaku IKM rokok yang mau berusaha, dari bea cukai sendiri tidak ada biaya, dengan persyaratan transparan dan saluran hotline informasi terbuka 24 jam,"tambah Imam.

Disebutkan, secara detail pihaknya telah memberikan semua informasi tentang persyaratan. Bahkan, Bea Cukai memberikan asistensi bagi pelaku IKM Rokok, bagaimana pemenuhan persyaratan tersebut. Salah satu contoh, untuk pabrik rokok syarat minimal pabriknya berdiri diatas lahan seluas 200 meter persegi segi, memiliki ijin prinsip dari instansi terkait dan lainnya. Yang tak kalah penting dalam perijinan itu, menyangkut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) harus sesuai dengan yang di produksi. Contoh, kalau produksi Tembakau Iris (TIS) maka KBLI TIS, dan jika memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT), maka KBLI rokok SKT.

"Jadi mengapa harus KBLI sesuai dengan yang di produksi, soalnya nanti terkait tarif hasil produksi mereka, dan sebelum mereka jual harus dilekati pita cukai, sebagai bukti sudah membayar pajak pada negara dan boleh diperjualbelikan,"imbuhnya.

Soal tempat produksi rokok, ditegaskan dalam ketentuan memang harus berupa pabrik tersendiri dan memiliki ijin, serta pabrik itu tidak terhubung langsung dengan rumah. Bagaimana pun, sebuah pabrik rokok pastinya selalu ada dampak tertentu yang harus dijaga pemerintah sebagai regulator. 

"Kami dari Bea Cukai turun melakukan cek lokasi produksi rokoknya. Sebab di undang-undang jelas sekali, tidak boleh berhubungan langsung dengan tempat tinggal. Kalau produksi di rumah tempat tinggal, maka kegiatan produksi di rumah tidak bisa di awasi, sebab menyangkut privasi dan sebagainya,"tutup Imam. (gl)